Apps4God

Submitted by admin on Fri, 05/27/2016 - 12:00

Mengajukan Pertanyaan yang Lebih Baik
Dibentuk Dengan Ciptaan Kita Sendiri
Sihir yang Baru
Menggali lebih dalam
Pertanyaan-pertanyaan Diskusi

Kata yang sama "teknologi" memiliki aura tertentu tentang hal itu, seperti cahaya bersinar dari smartphone dalam gelap. Kita mengaitkan teknologi dengan piksel dan PowerPoint, dengan benda yang berbunyi dan bergetar, dan dinyalakan dengan baterai. Setelah revolusi abad ke-21 dalam kapasitas komputasi, kita cenderung untuk mengidentifikasi teknologi dengan mesin pengolahan informasi yang dapat kita kenakan di pergelangan tangan kita. Kita sudah terlatih untuk menganggap bahwa negeri teknologi adalah kota cahaya.

Jadi, ketika gereja bergumul dengan pertanyaan tentang "teknologi" dalam ibadah, mereka cenderung untuk berbicara tentang apakah akan menggunakan proyektor dan slide PowerPoint, atau apakah benar-benar masuk akal untuk berinvestasi ribuan dolar untuk peralatan AV (Audio Visual). Para pendidik juga secara sama mengajukan pertanyaan mendasar tentang bagaimana teknologi digital, komputer, dan web bisa membantu (atau merugikan) tugas belajar mengajar untuk "generasi digital".

Orangtua juga bergumul dengan teknologi: Kapan kita seharusnya memperbolehkan anak-anak memiliki ponsel? Haruskah kita membiarkan mereka memiliki smartphone yang memberikan mereka akses ke Internet?

Meskipun ini adalah percakapan yang baik dan penting, mereka cenderung menganggap definisi sempit "teknologi" yang ditambatkan ke penggunaan komputer. Namun, itu mengaburkan fakta bahwa kita tidak pernah tidak terbenam dalam beberapa teknologi.

Ketika gereja mempertimbangkan untuk menambahkan atau tidak layar dan proyektor sebagai bagian dari "arsitektur" ibadah mereka, mereka tidak bermaksud untuk "menambahkan" teknologi atau tidak untuk ibadah. Sebaliknya, mereka sedang mempertimbangkan apakah akan menukar satu jenis teknologi lain. Buku nyanyian rohani, misalnya, itu sendiri merupakan hasil dari revolusi teknologi yang luar biasa dalam dunia abad pertengahan penemuan mesin cetak. Jadi, entah Anda sedang menggulirkan artikel ini pada iPad atau membacanya di media cetak, Anda sedang menggunakan teknologi.

Demikian pula, sementara saya mungkin tidak akan bersemangat dengan penggunaan teknologi digital di kelas saya, itu tidak berarti saya menentang teknologi. Ini hanya berarti saya mendukung teknologi kapur dan papan tulis.

Tidak semua yang gemerlap adalah emas. Sebaliknya, tidak semua teknologi bersinar. Jika kita secara sempit mengidentifikasi teknologi dengan benda mengilap, yang berkilau, kita akan kehilangan semua teknologi yang bisa kita lihat dengan jelas dan secara keliru menjadikannya sebagai sesuatu yang "alami". Pertanyaannya adalah bukan apakah menggunakan teknologi atau tidak, tetapi bagaimana. Sementara kita secara benar khawatir tentang efek dari terus-menerus membungkuk melihat smartphone kita atau tentang potensi penyalahgunaan kekuasaan yang muncul seiring dengan dengan pengawasan yang selalu ada, itu tidaklah identik dengan "melawan" teknologi.

Teknologi sama tuanya dengan keberadaan manusia. Atau, Anda mungkin mengatakannya bahwa itu sama tuanya dengan budaya. Teknologi paling dasarnya didefinisikan sebagai penerapan pengetahuan agar sesuatu berhasil dilakukan (yang karena itulah teknologi sering digambarkan sebagai ilmu terapan). Ini adalah sama tuanya dengan kecenderungan manusia dan panggilan untuk "membuat/menguasai" dunia. Tidak ada budaya manusia yang tidak selalu telah memiliki teknologi.

Mengajukan Pertanyaan yang Lebih Baik

Jika teknologi merupakan ekspresi panggilan penciptaan kita untuk menciptakan, pertanyaannya bukan apakah menggunakan teknologi atau tidak, tetapi bagaimana dan yang mana. Kita juga akan mengajukan pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan Andy Crouch yang mendesak kita untuk menyadari dalam Penciptaan Budaya. Crouch menekankan bahwa pertanyaan ya/tidak, baik/buruk, terlalu kikuk dan kurang tangkas. Sebaliknya, kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut:

  1. Apa yang diasumsikan oleh teknologi ini tentang cara dunia?
  2. Apa yang diasumsikan oleh teknologi ini tentang cara dunia yang seharusnya?
  3. Apa yang dijadikan mungkin oleh teknologi ini?
  4. Apa yang dibuat tidak mungkin oleh teknologi ini (atau setidaknya sangat sulit)?
  5. Apa bentuk-bentuk baru dari budaya yang diciptakan dalam menanggapi teknologi ini?

Pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan kita untuk mengevaluasi teknologi dan hubungan kita dengan itu dengan cara yang diinformasikan oleh visi alkitabiah untuk dikembangkan.

  1. Apa yang Alkitab katakan tentang cara dunia ini?
  2. Apa yang diberitahukan Allah kepada kita tentang dunia seperti apa yang diinginkan-Nya? Bagaimana ini digambarkan dan dipraktikkan dalam irama ibadah Kristen? Apa garis-garis besar shalom yang Allah inginkan untuk dunia?
  3. Bagaimana itu menginformasikan evaluasi kita tentang berbagai teknologi? Apa yang mereka mungkinkan? Apakah kemungkinan ini sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan untuk penciptaan? Atau, mungkinkah beberapa teknologi secara fungsional mendorong keberadaan yang kacau dan berdosa?
  4. Apa yang dibuat oleh teknologi semacam itu sehingga menjadikannya lebih sulit? Bagaimana beberapa teknologi menutup kapasitas untuk berhubungan dengan Tuhan, sesama kita, dan ciptaan Allah? Apakah beberapa teknologi benar-benar membuat lebih sulit untuk terbuka terhadap panggilan Tuhan untuk mengasihi Allah dan sesama? Mungkinkah teknologi lainnya benar-benar membuat kita lebih responsif terhadap Injil?

Jawaban untuk pertanyaan tersebut tidak sederhana ya atau tidak, baik atau buruk. Sebagaimana salah satu guru pertama saya dalam tradisi Reformed pernah mengatakannya, jawaban untuk hampir setiap pertanyaan, baik akan menjadi "Ya, tetapi ..." atau "Tidak, tetapi ...." Jika jawabannya secara alkitabiah bertanggung jawab dan bernuansa teologis, itu akan selalu mengungkapkan "Ini rumit".

Dibentuk dengan Ciptaan Kita Sendiri

Namun, antusiasme kita kadang-kadang mendahului kita. Kadang-kadang, ketertarikan kita yang tergesa kepada teknologi --kita merasakan apa yang dapat kita lakukan dengan mereka --menghalangi kita untuk melihat apa yang akan mereka lakukan kepada kita. Pikirkan sejenak tentang Frankenstein ciptaan Shelley. "Ciptaan baru" dari Dr. Frankenstein, Anda mungkin ingat, diciptakan dengan maksud: untuk membantu umat manusia mengatasi penyakit. Namun, seperti yang ditunjukkan novel itu, kadang-kadang kreasi kita sendiri dapat melampaui tujuan terbaik kita, dan sama dengan teknologi kita yang dimaksudkan untuk kebaikan, menjadi monster yang merugikan kita.

Sementara kita perlu mengajukan pertanyaan sulit tentang bagaimana menggunakan teknologi, kita juga perlu mempertimbangkan bagaimana kita jadinya dimanfaatkan oleh teknologi. Dengan kata lain, itu bukan hanya masalah apa yang kita dapat dan harus lakukan dengan teknologi; itu juga pertanyaan tentang apa yang dilakukan berbagai teknologi kepada kita.

Secara sederhana, kita membayangkan bahwa teknologi ini adalah alat netral yang dapat kita gunakan untuk hal yang baik atau buruk. Namun, kemudian kita gagal untuk mengenali bahwa teknologi sudah diperlengkapi dengan cara melihat dan menafsirkan dan "membuat" dunia. Misalnya, bukan hanya mengkhawatirkan tentang pesan atau konten yang dikirim ke smartphone kita, kita harus menyadari bahwa cara kita menggunakannya secara tidak sadar melatih kita untuk menghuni dunia dengan sikap tertentu. Smartphone mengajak saya untuk menghuni dunia secara berbeda, bukan hanya karena itu memberi saya akses ke sumber global Internet dalam perangkat berukuran saku, tetapi tepatnya pada bagaimana saya berinteraksi dengan perangkat itu sendiri. Kebiasaan menggunakan smartphone secara implisit mengajarkan saya untuk memperlakukan dunia sebagai "yang tersedia" bagi saya dan bisa digunakan kapan pun, atau apa pun, sesuai yang saya mau untuk membentuk dunia sebagai "yang tersedia" bagi saya, untuk dipilih, diukur, diamati, dibuka, dan dinikmati.

Saya pernah melihat cara hidup yang digambarkan, di semua tempat, di iklan bir Michelob Ultra. Iklan tersebut menggambarkan sebuah dunia yang merespons keinginan saya dan menginginkan cara yang sama dengan smartphone. Tidak suka mobil itu? Gesek untuk mobil yang berbeda. Ingin pemandangan itu berbeda? Gesek untuk sebuah pilihan lain. Berharap Anda bisa berada di tempat lain? Sentuh saja tempatnya. Berharap Anda bisa melihatnya sebentar dengan sedikit lebih baik? Perbesar slidenya dengan beberapa jari.

Cara berhubungan dengan telepon menjadi cara berhubungan dengan dunia. Kebiasaan memanipulasi perangkat kecil yang diperluas menunjukkan bagaimana kita benar-benar ingin memanipulasi lingkungan kita, untuk melayani kebutuhan kita, dan supaya tunduk pada keinginan kita. Dan, sementara kita tidak menggesek-gesekkan tangan kita di depan kita untuk mengubah pemandangan, mungkin secara tidak sadar kita mulai mengharapkan dunia menyesuaikan diri dengan keinginan kita, seperti smartphone kita. Singkatnya, hubungan saya dengan smartphone saya yang mungkin tampak tidak signifikan, sesungguhnya membentuk hubungan saya dengan dunia.

Sangat penting untuk menyadari bahwa teknologi bukan hanya alat yang dapat kita tempatkan di tangan kita dan dengan demikian tunduk kepada kita. Teknologi menghasilkan bentuk kehidupan dan praktik budaya sehingga kita menjadi subjeknya. Mereka bukan hanya sekadar instrumen yang dengannya kita bekerja; mereka menjadi sistem yang bekerja pada kita, diam-diam membentuk rasa suka dan kerinduan dan keinginan dan ya, membentuk karakter kita. Jadi, tidak hanya kita harus bertanya, "Apa jenis dunia yang diinginkan oleh teknologi ini?" kita juga harus bertanya, "Apa yang diinginkan oleh teknologi ini untuk aku sukai?"

Sihir yang Baru

Dalam zaman sekuler, adalah menggiurkan untuk membiarkan daya tarik dan kekuatan teknologi menjadi sumber harapan kita. Sebuah masyarakat yang tidak lagi percaya pada Tuhan akan menjadi rentan untuk percaya pada allah-allah lain, terutama ketika hal itu mengilap dan baru, dan (tampaknya) menuntut begitu sedikit dari kita.

Saya secara teratur menghabiskan waktu di Bay Area dekat San Francisco, melayani sebagai mentor untuk sebuah kelompok para pengusaha muda dan inovator yang sangat menarik. Banyak yang mendalami visi utopis Silicon Valley, di mana paham Injil "memulai-isme" menggembar-gemborkan kemampuan manusia yang tak terbatas untuk memecahkan semua masalah kita.

Pada perjalanan saya yang paling terakhir ke sana, saya menemukan sebuah buku menarik oleh guru inovasi Massachusetts Institute of Technology, David Rose: "Enchanted Objects: Design, Human Desire, and the Internet of Things". Itu adalah beberapa hal favorit saya. Bagaimana saya bisa menolaknya?

Apa yang diinginkan Rose adalah sihir. Lebih khusus, Rose berpendapat bahwa kita semua menginginkan sihir, pesona bahwa ini adalah keinginan manusia yang mendasar. Dia melihat hal ini dibuktikan dalam mitos kuno dan dongeng paling abadi kita, dalam dunia Tolkien dan Harry Potter. "Tampaknya kita seolah-olah selalu merindukan sebuah dunia yang memesona," ungkapnya. "Benda memesona" yang dia bicarakan "akan menjadi benda-benda yang membawa pada tradisi dan janji-janji dari objek fantasi kuno kita, benda-benda yang terhubung dengan dan memenuhi keinginan manusia kita yang fundamental". Pengalaman yang memesona kita, dia melanjutkan, "mencapai ke dalam hati dan jiwa kita."

Namun, apa yang ditawarkan oleh Rose pada akhirnya hanyalah kepalsuan, pesona buatan yang merupakan pencapaian teknologi. Memang, apa yang Rose tawarkan sebagai objek memesona, memang, cukup mengecewakan. Dia mulai menjelaskan sepatu teleportasi ajaib Dorothy dan kemudian memberi tahu Anda bahwa Nike telah menciptakan sepatu "sihir" yang dapat menghitung berapa banyak langkah yang Anda buat. Dia menjelaskan pedang Frodo dan kemudian membandingkannya dengan botol pil yang mengingatkan Anda untuk meminum obat tekanan darah Anda. Anda akan memaafkan saya, tetapi semua ini membuat saya merasa seperti kita masih di Kansas, jika Anda tahu apa yang saya maksud. Teknologi yang diangkat Rose ini tidak dapat memberikan transendensi.

Namun, Rose dengan tepat mengenali apa yang kita inginkan. Dan, itu sendiri mungkin menjadi kesaksian sindiran akan sebuah kerinduan abadi yang tetap ada bahkan di dunia yang mengecewakan sinyal bahwa kita masih menginginkan sesuatu di luar dunia datar biasa di mana kita hidup di dalamnya sesuatu yang transenden.

Kebijaksanaan abadi dari Mazmur entah saya membacanya di Alkitab bersampul kulit saya atau aplikasi pada telepon saya lebih relevan daripada sebelumnya. Meskipun kekuatan teknologi mungkin menggoda kita untuk melihat ke arah (Silicon) Valley, pertolongan kita datang dari Pencipta langit dan bumi yang telah membuat kita menjadi pencipta. Panggilan kita adalah untuk membuat teknologi yang menyalurkan kita ke arah berkembangnya shalom sementara kita menunggu keselamatan dari Dia yang di dalam diri-Nya segala sesuatu dikumpulkan.

Menggali Lebih Dalam

Matthew Crawford, The World Beyond Your Head: On Becoming an Individual in an Age of Distraction (Farrar, Straus and Giroux, 2015). Brad J. Kallenberg, God and Gadgets: Following Jesus in a Technological Age (Cascade Books, 2011). Derek Schuurman, Shaping a Digital World: Faith, Culture, and Computer Technology (InterVarsity Press, 2013).

Pertanyaan-Pertanyaan Diskusi

  1. Bagaimana Anda mendefinisikan teknologi? Bagaimana penulis Jamie Smith mendefinisikannya? Dalam cara apa idenya tentang teknologi adalah sama tuanya dengan kebudayaan manusia membentuk pemikiran Anda tentang topik ini?
  2. Bagaimana Alkitab dapat menginformasikan diskusi kita tentang penggunaan teknologi?
  3. Smith menyarankan beberapa pertanyaan yang harus diajukan ketika mempertimbangkan penggunaan bentuk teknologi tertentu. Bagaimana hal-hal itu membantu gereja-gereja untuk mengevaluasi, misalnya, apakah untuk berinvestasi dalam teknologi proyeksi atau tidak? Atau, membantu orangtua memutuskan apakah atau kapan memberikan anak-anak mereka smartphone?
  4. Pikirkan tentang penggunaan pribadi teknologi Anda. Bagaimana teknologi ini akan membentuk pandangan Anda tentang dunia dan hubungan Anda dengan Tuhan dan dengan orang lain?
  5. Apa beberapa contoh tentang menggunakan teknologi dengan cara yang bisa "menyalurkan kita menuju berkembangnya shalom," sebagaimana Smith menggambarkan panggilan kita? (t/Jing-Jing) James K.A. Smith menjabat sebagai Ketua Byker dari Applied Reformed Theology & Worldview di Calvin College dan seorang editor dari majalah Comment.

Diterjemahkan dari:
Nama situs: The Banner
Alamat URL: http://www.thebanner.org/features/2016/02/in-the-beginning-was-technology
Judul asli artikel: In The Beginning Was.. Technology
Penulis artikel: James K.A. Smith
Tanggal akses: 23 Mei 2016