Apps4God

Submitted by admin on Thu, 03/30/2023 - 07:31

Penulis "Where Good Ideas Come from: The Natural History of Innovation" ("Dari Mana Ide-Ide Bagus Berasal: Sejarah Alamiah Inovasi" - Red.), mengatakan bahwa "perubahan terjadi saat kita mengambil suatu konfigurasi, lalu menyusunnya ulang dalam cara-cara baru."[1] Yang dia maksudkan adalah bahwa sebagian besar ide baru bukanlah hasil dari sesuatu yang timbul dari ruang hampa. Ide itu lebih berkenaan dengan mencocokkan hal-hal yang sudah terbukti dan menyusunnya ulang dalam cara-cara baru untuk mendapatkan dampak lebih besar.

Pada titik-titik tertentu dalam sejarah, inovasi teknologi kunci dapat dikorelasikan langsung dengan akselerasi pertumbuhan penerjemahan Alkitab. Pada pertengahan hingga akhir abad ke-19, mesin ketik, komunikasi, dan transportasi cepat (secara relatif) menyebabkan banyak perubahan, dan penerjemahan Alkitab melonjak bersamaan dengan perubahan tersebut. Pada awal 1980-an, komputer pribadi menghadirkan pemrosesan kata yang terjangkau dan kemampuan mencetak cepat bagi khalayak ramai. Sepuluh tahun kemudian, internet dan email merevolusi komunikasi. Inovasi-inovasi ini mempercepat penyelesaian lebih dari 1.200 terjemahan bahasa dalam kurun waktu 10 tahun.

Jelas bahwa Allah sudah mulai bergerak di sepanjang sejarah baru-baru ini untuk menyebarluaskan firman-Nya kepada segala umat dan bahasa. Inovasi teknologi berkontribusi besar terhadap lonjakan proyek penerjemahan Alkitab, dan tampaknya lonjakan tersebut makin meningkat sekarang pada abad ke-21.

Penyusunan Ulang: Cara Baru untuk Melakukan Hal Lama

Akhir-akhir ini, inovasi teknologi masih berkenaan dengan penyusunan ulang. Maksudnya, orang menggunakan teknologi yang sudah ada dengan cara-cara inovatif. Kini, pada era digital, kendala yang membatasi jumlah orang yang dapat berpartisipasi dalam suatu program penerjemahan sudah jauh berkurang. Hal ini memungkinkan terjadinya kolaborasi terbuka. Hal ini juga memperluas rentang keterampilan dan kemampuan yang diterapkan terhadap suatu upaya dengan memastikan bahwa lebih banyak orang dapat terlibat.

Dalam buku berjudul "The Wisdom of Crowds" ("Hikmat Kerumunan" - Red.), James Surowiecki menunjukkan melalui sederet kisah dan peristiwa dalam sejarah tentang bagaimana hikmat kolektif (atau kecerdasan kolektif) dari sekelompok besar orang yang terdiri dari campuran orang yang berbeda dan secara umum tidak terkendali (kerumunan) lebih bijak daripada sekelompok kecil pemikir homogen, bahkan jika beberapa dari anggota kelompok tersebut adalah para ahli.[2]

Maksud penulis bukanlah bahwa kecerdasan dari beberapa orang ahli itu tidak penting. Sebaliknya, bagi Surowiecki, kecerdasan dari beberapa orang terlatih saja tidak dapat menjamin perspektif yang berbeda terhadap suatu masalah. "Mengelompokkan orang-orang yang cerdas [atau para ahli] saja tidaklah bekerja dengan baik karena orang-orang cerdas ... cenderung mirip satu sama lain dalam apa yang mereka lakukan."[3] Penelitian yang dilakukan oleh Surowiecki mengungkapkan hasil berikut:

  • Kelompok (kerumunan) yang terdiri dari agen-agen cerdas (mis. para ahli) dan agen-agen yang kurang cerdas (orang awam) selalu lebih baik daripada kelompok yang terdiri dari agen-agen cerdas saja.
  • Kelompok yang terlalu sepemikiran mendapati bahwa terus belajar itu sulit.
  • Kelompok homogen baik untuk melakukan hal-hal yang dapat mereka lakukan dengan baik, tetapi secara bertahap menjadi tidak mampu menyelidiki berbagai alternatif.
  • Jika Anda dapat mengumpulkan sekelompok orang berbeda yang memiliki beragam taraf pengetahuan dan wawasan, Anda lebih baik memercayakan pengambilan keputusan besar kepada mereka daripada memercayakannya kepada satu atau dua orang, tidak peduli seberapa cerdas mereka.

Nah, Anda mungkin bertanya-tanya (atau mulai paham) apa kaitan semuanya ini dengan penerjemahan Alkitab. Bagi beberapa orang, membuka penerjemahan Alkitab kepada kerumunan besar pemikir dan pengotak-atik berpemikiran inventif mungkin akan tampak seperti resep kekacauan, setidaknya dalam hal penanganan sesuatu yang sekudus dan sepenting firman Tuhan. Mari merenungkan beberapa pertanyaan.

Pertama, dapatkah bagian-bagian yang sudah ada dan diperlukan untuk melakukan penerjemahan Alkitab disusun ulang dengan cara yang betul-betul dapat menghasilkan hasil terjemahan yang lebih baik daripada yang sebelumnya pernah dihasilkan dalam bahasa yang bersangkutan? Kedua, dapatkah penyusunan ulang tersebut menghasilkan hasil terjemahan pertama yang jauh lebih baik untuk bahasa-bahasa yang belum pernah memiliki terjemahan Alkitab sebelumnya? Ketiga, dapatkah hal itu menghasilkan terjemahan dalam waktu yang jauh lebih singkat dan dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada yang biasanya diperlukan oleh suatu kelompok kecil?

Kata pengatar dari penerbit untuk buku-buku Alkitab bahasa Inggris meyakinkan pembaca bahwa banyak sarjana bahasa Alkitab terlibat dalam penerjemahannya. Mengetahui seberapa baik para pengguna suatu terjemahan akan memahami dan berinteraksi dengan teks tersebut tidaklah sepenting itu sehingga para ahli dalam bidang ini biasanya tidak dicari.[4] Beberapa orang akan berpendapat bahwa aktivitas lebih lanjut itu bukanlah bagian dari tugas seorang penerjemah, jika mereka mengasumsikan bahwa terjemahan berarti proses transfer dari satu bahasa ke bahasa lain.

Namun, sekelompok kecil ahli bisa saja mengerahkan banyak daya dan penerjemah pun tidak kebal dari kecurigaan. Mereka membawa ideologi tertentu ke dalam hasil pekerjaan mereka berdasarkan kesesuaian tradisional yang mereka warisi dari orang lain.[5] Dalam hal ini, mereka memaksakan cara penerjemahan tertentu pada komunitas yang lebih luas. Maka dari itu, upaya urun daya dapat dipandang oleh sebagian orang sebagai tantangan terhadap posisi kuasa yang dipegang oleh sekelompok kecil ahli tersebut.

Penyusunan Ulang pada Abad ke-21

Untuk mengurundayakan (memberdayakan sejumlah besar orang - Red.) proyek penerjemahan, kuncinya adalah mengumpulkan kelompok-kelompok besar orang. Ini tidaklah mudah ataupun dimungkinkan secara pragmatis dalam banyak situasi penerjemahan, khususnya dengan kelompok bahasa besar. Akan tetapi, akses yang lebih besar terhadap internet kini menjadikannya mungkin. Bahkan, hal itu mungkin menjadikannya lebih dapat dilakukan. Menjejalkan sekelompok besar orang di dalam satu ruangan selama kurun waktu pendek tertentu memiliki tantangannya sendiri. Mungkin akan ada dinamika budaya yang mencegah orang yang lebih muda berbicara ketika yang lebih tua hadir. Dalam beberapa budaya, seorang perempuan bisa merasa segan mengungkapkan pendapat atau gagasan di hadapan para laki-laki.

Secara menyeluruh, anggota kelompok menjadi terbatas dalam kemampuan mereka untuk mengungkapkan pemikiran kreatif mereka sendiri hanya karena terbatasnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mengolah kontribusi setiap orang. Meski begitu, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa meningkatnya pemanfaatan kolaborasi berbasis internet menolong kelompok-kelompok untuk mengatasi beberapa keterbatasan dari interaksi dalam pertemuan kelompok besar secara tatap muka guna lebih memanfaatkan daya kreatif mereka.[6] Dapatkah daya kreatif semacam ini menghasilkan terjemahan Kitab Suci yang lebih baik dalam waktu yang lebih cepat?

Gagasan tentang suatu kelompok besar orang yang berhasil bekerja sama untuk menghasilkan suatu terjemahan Kitab Suci sangat berkenaan dengan siapa orang-orang yang dimaksud ini. Sebagai contoh, menurut Beth Hennessey, "Pandangan Timur terhadap kreativitas jauh lebih sedikit berfokus pada hasil atau bukti nyata dari 'karya' yang dihasilkan. Sebaliknya, kreativitas dianggap melibatkan pemenuhan pribadi ...."[7] Dengan kata lain, proses sama pentingnya dengan hasil, atau malah lebih penting. Namun, meluncurkan dan menyelesaikan suatu proyek terjemahan Alkitab memerlukan pengaturan, jadwal, dan tolok ukur. Maka dari itu, metode yang diajukan dalam artikel ini mengasumsikan bahwa orang-orang yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada proses dapat bekerja bersama-sama.

Proses untuk Melibatkan Komunitas

Terdapat beberapa cara untuk mencari masukan dari komunitas dengan memanfaatkan kolaborasi daring.

  1. Tim penerjemah dapat meminta kepada komunitas untuk sekadar menggunakan metode pemungutan suara yang dirancang untuk konteks budaya mereka sehingga memungkinkan mereka menilai setiap area dalam daftar yang diberikan sebelumnya. Hal ini dapat dikombinasikan dengan metode-metode untuk memperoleh masukan, biasanya melalui komentar. Bisa jadi akan terdapat suara berganda untuk menilai banyak segi dari terjemahan tersebut.
  2. Tim bisa mengunggah sederet pertanyaan untuk menuntun komunitas dalam area-area yang perlu masukan khusus.
  3. Mereka dapat mengizinkan komunitas mengunggah komentar, mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan, dan memberi masukan untuk perbaikan. Perbaikan berulang dibuat oleh komunitas hingga mencapai titik ketika para pemimpin proyek memutuskan bahwa kualitas hasil terjemahan telah mencapai keoptimalan pada saat ini. Setelah itu, hasil terjemahan siap untuk didistribusikan kepada komunitas yang lebih luas.

Masih merupakan hal yang penting bagi kolaborasi untuk melibatkan orang-orang terlatih untuk melakukan eksegesis. Ini masih merupakan peran yang sangat penting. Jika para penerjemah sudah melakukan pekerjaan eksegesis mereka dengan baik, mereka akan mengetahuinya saat komentar dari komunitas menegaskan keakuratan eksegesis atau mengungkapkan ketidakakuratannya. Para penerjemah pun akan tahu saat para kontributor dari komunitas mengubah teks itu menjadi sesuatu yang berbeda.

Jenis pelibatan komunitas luas semacam ini dapat sangat meningkatkan setiap aspek dari terjemahan tersebut. Salah satu area penting yang akan mendapat manfaat dari keterlibatan komunitas yang lebih luas adalah pengembangan istilah-istilah teologis kunci. Berbicara tentang kolaborasi sumber terbuka, istilah-istilah teologis bukanlah kode sumber komputer. Namun, seperti halnya kode sumber bisa memperburuk seluruh program perangkat lunak, demikian pula istilah teologis yang lemah atau yang dikomunikasikan secara tidak akurat dapat sangat memperlemah atau memperburuk suatu hasil terjemahan, khususnya berkenaan dengan apa yang hendak dicapai oleh terjemahan tersebut hari-hari ini.

Menegaskan Kualitas dan Kesetiaan Hasil Terjemahan

Berkenaan dengan kontrol kualitas, pemantauan diri untuk akurasi (atau ketaatan) tampaknya menjadi kemunculan alamiah yang timbul dari kolaborasi terbuka. Saat orang-orang bekerja sama untuk mengerjakan sesuatu yang mereka nilai tinggi, mereka akan mengembangkan rasa kepemilikan yang lebih besar. Hal ini kemungkinan juga berlaku untuk pendekatan komunitas terhadap pembuatan naskah dan pengecekan terjemahan Alkitab. Jika orang-orang memiliki pandangan yang tinggi terhadap Alkitab, mereka akan menjaga integritasnya dalam proses untuk menyempurnakannya. Ini adalah fenomena yang biasa ditemui dalam banyak jejaring sosial dan didokumentasikan dengan baik di sektor sosial.[8]

Konsep sumber terbuka dan urun daya memiliki implikasi besar terkait siapa yang menegaskan kualitas dan keakuratan dari suatu hasil terjemahan. Metode Barat tradisional masih bergantung pada sekelompok kecil orang. Kelompok tersebut biasanya terdiri dari (para) penerjemah dan seorang konsultan terjemahan dari luar. Para konsultan dari luar biasanya tidak mengerti bahasa yang mereka periksa ketaatan dan kualitasnya, jadi mereka bergantung pada hasil terjemahan lisan atau tertulis dari terjemahan yang mereka periksa itu dalam bahasa mereka sendiri. Ini berarti bahwa mereka sebenarnya menganalisis suatu terjemahan melalui penyaringan bahasa lain.

Beberapa konsultan agensi hanya memeriksa secara acak kitab-kitab tertentu, sedangkan konsultan dari agensi lain memeriksa setiap ayat. Bagaimanapun juga, semua konsultan ini hanya mendapatkan sekilas dari yang ada dalam terjemahan tersebut. Metode ini memakan waktu, tetapi memang membuahkan hasil yang cukup baik terkait ketaatannya. Menegaskan kualitas dan penerimaan komunitas kemungkinan merupakan hasil yang lebih rendah. Meski analisis mereka berguna, itu nyaris tidak lengkap. Namun, pengakuan mereka itulah yang memungkinkan suatu terjemahan dapat diterbitkan atau tidak. Ini nyaris tidak seperti ilmu pasti yang diharapkan oleh akademisi yang dilatih dengan cara Barat dari hasil pemeriksaan oleh konsultan.

Menerapkan gagasan urun daya terhadap area ini berarti bahwa komunitas yang lebih luas (massa), dengan bimbingan dari para ahli, dapat menegaskan kualitas dan keakuratan dari suatu hasil terjemahan dengan jauh lebih baik daripada sekelompok kecil orang yang terdiri 1-3 penerjemah yang bekerja dengan seorang konsultan penerjemahan dari luar. Memang, menurut konsep urun daya, para konsultan sudah menjadi bagian dari massa sehingga keahlian mereka sudah diterapkan bersamaan dengan berbagai keterampilan dan kemampuan lain yang dibawa oleh komunitas yang lebih besar ke dalam prosesnya.

Maka dari itu, menerapkan tahap tradisional pengecekan oleh konsultan sebagai langkah terakhir dalam proyek penerjemahan berbasis urun daya tampaknya boros, jika para konsultan memang berpartisipasi secara lebih teratur sebagai bagian dari massa melalui pertemuan tatap muka dan dengan upaya-upaya kolaborasi daring. Ini merupakan penyusunan ulang lain dari bagian-bagian proses penerjemahan yang dapat mengubah cara hasil terjemahan diperiksa dan diterima untuk dapat diterbitkan. Hal ini juga menyingkirkan kemacetan yang timbul saat suatu tim penerjemah menunggu berbulan-bulan untuk adanya seorang konsultan yang dapat memberikan cap penerimaannya terhadap hasil terjemahan mereka.

Hasil: Terjemahan Goda

Konsep-konsep yang didiskusikan dalam artikel ini diuji coba di suatu wilayah terpencil di India di antara para penutur bahasa Goda[9] yang tidak memiliki terjemahan Alkitab dalam bahasa mereka. Para perencana proyek mengembangkan alat urun daya berbasis web. Alat tersebut memungkinkan siapa pun dari komunitas untuk menghasilkan naskah kasar dari beberapa pasal dalam Injil Lukas. Orang lain bisa memberikan masukan untuk naskah tersebut. Orang-orang dapat terlibat dalam percakapan seputar pekerjaan penerjemahan tersebut, atau mereka dapat sekadar mengindikasikan apakah mereka menyukai hasilnya atau tidak. Hasilnya melebihi ekspektasi di area keterlibatan komunitas.

  • 1.323 orang merespons dengan mengontribusikan waktu mereka untuk penerjemahan tersebut.
  • Lebih dari 100.000 suara diberikan untuk mengatasi masalah terkait berbagai topik konten.
  • 78 pengguna membuat naskah untuk banyak ayat dan pasal.
  • Orang-orang dari tujuh wilayah berbeda tempat orang Goda tinggal turut berpartisipasi.
  • Dari 558 pengguna yang memberikan suara, lebih dari 100 orang sudah memberikan lebih dari 100 suara. Lima orang pemberi suara dipromosikan menjadi pembuat naskah setelah memasukkan lebih dari 800 suara.

Orang-orang mengatakan bahwa mereka menikmati bekerja dengan bahasa mereka dan makin bertumbuh dalam pemahaman mereka tentang bahasa tersebut serta bahasa regional. Mereka senang belajar bersama dan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang Alkitab dan proses penerjemahannya. Mereka juga menyampaikan sukacita saat mampu berkontribusi terhadap perkembangan bahasa mereka dan dalam menjadikan Alkitab tersedia untuk kaum mereka.

Bahkan, orang-orang yang sedikit atau sama sekali tidak terpapar oleh teknologi web melihat bagaimana teknologi itu memungkinkan partisipasi mereka dan mereka pun antusias memanfaatkannya. Bahkan, dengan koneksi internet yang tidak dapat diprediksi pun, para peserta bersemangat untuk bekerja.

Orang-orang berusia 18 hingga 29 tahun adalah yang paling responsif; meski begitu, orang-orang yang lebih tua dan kaum perempuan juga turut bergabung dalam kelompok-kelompok dan berpartisipasi melalui proses diskusi komunal.

Kesimpulan

Inilah perbedaan antara komunitas yang mengerjakan penerjemahan bersama-sama untuk satu sama lain dibandingkan dengan sekelompok kecil orang tertutup yang mengerjakan penerjemahan "untuk" komunitas. Dengan metode yang pertama, lebih besar kemungkinannya bagi komunitas untuk menerima dan menggunakan terjemahan tersebut dalam cara-cara yang lebih beragam lebih cepat karena terjemahan tersebut, pada dasarnya, adalah hasil dari upaya kolaboratif mereka. Dengan pendekatan sekelompok tim penerjemah tertutup, efek-efek ini biasanya tidak disadari dalam skala yang lebih besar sampai kurun waktu lama setelah terjemahan itu diselesaikan dan diserahkan kepada komunitas supaya dipergunakan, itu pun jika mereka memang menggunakan hasil terjemahan tersebut secara luas.

Teknologi internet dan ponsel pintar membuka komunitas terhadap partisipasi yang lebih besar dari orang-orang tidak terpelajar yang tadinya tidak dapat lebih banyak terlibat dalam suatu proyek penerjemahan karena adanya persyaratan bisa membaca. Sekarang, terjemahan visual dari Film YESUS dipadukan dengan rekaman terjemahan bahasa daerah dari Faith Comes By Hearing dapat diakses melalui Web atau diunduh ke ponsel pintar. Dengan menggunakan sumber-sumber daya ini, seseorang yang tidak terpelajar bisa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana berbagai istilah, konsep, dan penggambaran teologis penting dapat diterjemahkan ke dalam bahasa mereka.

Di daerah-daerah tempat terjemahan Alkitab secara khusus tidak dipandang dengan senang hati, komunitas tidak dapat bekerja bersama-sama secara terbuka dalam suatu proyek penerjemahan. Meski begitu, mereka dapat bekerja bersama-sama melalui suatu situs kolaborasi di internet. Kolaborasi terbuka dengan anonimitas menyediakan yang terbaik dari kedua dunia. Bahkan, sejumlah besar kelompok dari kelompok orang yang belum terjangkau yang lebih besar yang memerlukan terjemahan Alkitab termasuk dalam kategori ini. Karena hal ini, lebih banyak orang dalam secara budaya dan rohani yang mengemban tugas yang menakutkan dan terkadang berbahaya untuk menerjemahkan Alkitab "untuk" kaum mereka.

Menimbang konteks budaya dan rohani, mereka memiliki banyak rintangan dan hanya sedikit pertolongan. Maka dari itu, sayang sekali jika orang-orang dalam kondisi-kondisi semacam ini tidak mampu membuat pekerjaan penerjemahan urun daya mereka sendiri dengan bermodal platform-platform internet, web, dan ponsel pintar yang sudah ada demi Injil. Jika mereka melakukannya, dampak dari kolaborasi penerjemahan itu akan dirasakan sesegera mungkin saat proyek itu dimulai.

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- --

[1] "Where Ideas Comes From." WIRED, Oct 2010, hlm. 122.

[2] Lihat catatan akhir 5.

[3] Lihat catatan akhir 5, bab 2, halaman 619.

[4] Selengkapnya tentang topik ini lihat, Gilles Gravelle. "Bible Translation in Historical Context: The Changing Role of Cross-cultural Workers." International Journal of Frontier Missiology. 2.71. Spring 2010, 11-20.

[5] Selengkapnya tentang topik ini lihat, Gilles Gravelle. "Bible Translation in Historical Context: The Changing Role of Cross-cultural Workers." International Journal of Frontier Missiology. 2.71. Spring 2010, 11-20.

[6] Steven Voth. "Towards an Ethic of Liberation for Bible Translation; Part 1: Ideology," SBL. Forum, n.p. [dikutip Feb 2008]. Online: http://sbl-site.org/Article.aspx?ArticleID=754

[7] Lihat Paul B. Paulus, et al. 2003. Group Creativity: Innovation Through Collaboration, hlm. 7. Oxford University Press.

[8] Lihat Beth Hennessey. 2004. "Is the Social Psychology of Creativity Really Social? Moving Beyond a Focus on the Individual." Dalam Paul B. Paulus, et al. 2003. Group Creativity: Innovation Through Collaboration. Kindle Edition, bab 9, halaman 2865. Oxford University Press.

[9] Lihat Clay Shirky. 2010. Cognitive Surplus. Creativity and Generosity in a Connected Age. The Penguin Press. New York.

(t/Odysius)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Mission Frontiers
Alamat situs : https://missionfrontiers.org/issue/article/bible-translation-in-the-digital-age
Judul asli artikel : Bible Translation in the Digital Age
Penulis artikel : Gilles Gravelle