Apps4God

Submitted by admin on Mon, 04/10/2017 - 12:00

Mobil berpikir sendiri. Drone terbang di atas wilayah musuh, membunuh tentara musuh sesukanya. Akan jadi apakah dunia ini? Apakah kita tahu batas teknologi, dan apakah kita yakin teknologi itu baik bagi kita?

Mungkin Anda pernah mendengar tentang mobil buatan Google yang dapat mengemudi sendiri. Mesin-mesin robot yang luar biasa itu mampu mengemudi sepenuhnya secara otonom. Jalan-jalan dan persimpangan sibuk, penggabungan lalu lintas dan pejalan kaki yang menyeberang sembarangan -- mobil-mobil itu dapat menangani semuanya itu. Versi modifikasi dari Toyota Prius, mobil-mobil ini dilengkapi dengan berbagai kamera, radar, unit GPS, dan sensor lain yang memungkinkan berkendara dengan aman.

Baru-baru ini, negara bagian Nevada memberikan lisensi pertama untuk menguji kendaraan otonom semacam itu di jalan raya umum. Bagi banyak orang, ini adalah berita menarik. Orang buta dan yang lain mungkin sekarang memiliki kesempatan untuk bepergian sendiri. Melampaui kenyamanan dan kesempatan, mobil berteknologi tinggi ini bisa juga secara drastis mengurangi kecelakaan. Mobil-mobil tersebut, secara teori, jauh lebih aman daripada mobil yang dikemudikan oleh manusia. Bagaimanapun, sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh kesalahan manusia.

Namun, tidak semua orang senang. Apa yang hilang dengan menyerahkan tanggung jawab kita kepada mesin? Semakin kita membiarkan mesin-mesin itu melakukan hal-hal, semakin kita menjadi tergantung padanya. Jika salah satu dari mobil-mobil ini harus memilih antara menabrak seorang anak atau mobil lain, siapa yang harus disalahkan untuk keputusan yang diambilnya? Seberapa besar kendali yang benar-benar ingin kita serahkan?

Kata robot berasal dari Robotnik dalam bahasa Republik Ceko yang berarti "budak", tetapi pada titik apa budak-budak ini bisa menjadi tuan kita?

Untuk Kebaikan atau Kejahatan?

Ada pro dan kontra yang jelas untuk teknologi tersebut. Apa yang harus dipikirkan oleh seorang Kristen? Firman Allah harus selalu menjadi panduan kita (Mazmur 119:105; 2 Timotius 3:16-17). Sementara Alkitab mungkin tidak menyebutkan robot secara khusus, Alkitab memang cukup banyak mengatakan tentang teknologi.

Kata technology berasal dari kata Yunani techne (seni, kerajinan, atau keterampilan) dan logia (studi tentang). Teknologi mencakup alat atau kerajinan, tidak peduli seberapa pun sederhananya, serta proses pengembangan alat-alat tersebut. "Alat" buatan manusia yang pertama kali dicatat adalah pakaian, yang dibuat Adam dan Hawa untuk menutupi ketelanjangan mereka. Mereka mencoba untuk memecahkan masalah mereka dengan daun ara, tetapi itu tidak cukup. Untuk memberikan penutup penuh, Allah dalam kemurahan-Nya membuatkan pakaian dari kulit binatang.

Hal ini mungkin kedengarannya kecil, tetapi itu memiliki arti yang besar. Ini adalah sebuah contoh. Teknologi ini tidak buruk secara inheren, tetapi harus dilakukan dengan cara Allah. Sejak insiden Taman Eden, kita telah mengembangkan alat untuk mengatasi masalah. Teknologi tidak hanya membantu kita melakukan tugas, tetapi juga secara sementara mengurangi efek dari kejatuhan dosa. Setelah Allah membuat pakaian pertama, yang melindungi tubuh kita dari cuaca, manusia terus menggunakan kemampuan yang diberikan Allah untuk membuat alat.

Teknologi hanyalah salah satu cara bagi mereka yang diciptakan menurut gambar Allah meniru Pencipta mereka. Meskipun manusia tidak mampu menciptakan dalam arti yang sama seperti yang Allah lakukan (Ibrani, bara), sebagai penyandang gambar Allah, mereka mampu membuat (Ibrani, asah) alat-alat baru untuk mengubah lingkungan mereka dan membantu mereka bertahan hidup di dunia yang terkutuk oleh dosa ini.

Untuk Menyembuhkan atau Membunuh?

Teknologi robot adalah salah satu perkembangan terbaru dalam gudang peralatan manusia yang semakin kompleks untuk mengatasi efek dari kutukan tersebut. Misalnya, penyakit kanker. Robot mikroskopis, atau nanorobots, sedang dikembangkan oleh para peneliti di Harvard untuk mencari dan menghancurkan sel kanker. Mereka dibuat dengan menggunakan sebuah teknik yang dikenal sebagai origami DNA, yang membangun struktur dari molekul DNA. Mesin-mesin robot ini dirancang khusus untuk membawa antibodi yang tepat ke sel-sel kanker. Meski masih sedang diuji, mereka memiliki potensi yang sangat besar.

Beberapa akan membantah kebijaksanaan teknologi itu membantu orang lain. Namun, bagaimana dengan robot yang memajukan pekerjaan manusia lainnya yang sudah dilakukan sejak zaman kuno: membunuh tentara musuh? Drone Robot pembunuh -- terdengar seperti fiksi ilmiah? Pikirkan lagi!

Militer AS telah mengerahkan unmanned aerial vehicles (UAV) (kendaraan udara tak berawak - Red.) selama hampir dua dekade. Terutama untuk pengintaian, mereka juga dapat dilengkapi dengan rudal mematikan. Model asli dikendalikan oleh remote, tetapi MQ-9 Reaper yang terbaru (juga dikenal sebagai Predator B) mampu terbang secara otonom dan mungkin akan segera dapat terbang menjalankan misi-misi pencarian dan penghancuran tanpa arahan dari manusia yang mengendalikannya.

Jenderal T. Michael Moseley menjelaskan, "Kami sudah berganti dari menggunakan UAV, terutama di intelijen, pengawasan, dan peran pengintaian sebelum Operasi Kebebasan Irak, ke peran pembunuh pemburu yang sesungguhnya dengan Reaper."

Terdengar menakutkan? Ya! Apakah kita benar-benar siap untuk menyerahkan tugas membunuh kepada mesin tanpa kemampuan untuk membuat penilaian moral?

Dilema moral itu mungkin terdengar tidak masuk akal. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa robot-robot itu sudah sedang membunuh orang sekarang ini tanpa perlu menembakkan senjata apa pun. Setiap hari, semakin banyak robot melakukan pekerjaan yang berharga tanpa memerlukan gaji. Tidak seperti karyawan manusia, mereka tidak perlu banyak istirahat, dan mereka tidak mengambil cuti sakit.

Saat teknologi meningkat dan menjadi lebih terjangkau, tak heran bahwa banyak perusahaan yang memilih robot. Foxconn, produsen iPad dan iPhone yang berbasis di Taiwan, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk pengerahan besar-besaran 1 juta tenaga kerja robot pada tahun 2015. Itu bisa berarti semakin sedikitnya pekerjaan dalam ekonomi dunia yang sudah tengah berjuang.

Jadi, apakah bidang teknologi ini buruk? Haruskah orang Kristen menghindari semua teknologi? Kita harus berhati-hati karena Paulus memperingatkan untuk "tidak diperbudak oleh apa pun" (1 Korintus 6:12), termasuk teknologi. Namun, pertanyaan utamanya adalah apakah itu akan membantu kita memuliakan Allah.

Untuk Kemuliaan Allah

Teknologi itu sendiri amoral. Ia tidak memaksa kita untuk berbuat baik atau jahat, tetapi teknologi memberikan pilihan yang bisa baik atau jahat. Ada banyak contoh di Alkitab. Nuh membangun bahtera untuk kebaikan -- untuk memberikan keselamatan fisik. Sebaliknya, orang-orang di Babel membangun menara untuk alasan buruk -- untuk merampok kemuliaan Allah. Bagi banyak orang, teknologi bahkan dipandang sebagai bagian dari keselamatan akhir manusia atau bahkan berhala. Namun, bagi orang percaya, teknologi harus melayani kebaikan yang lebih tinggi: Kerajaan Allah.

Dalam pemeliharaan-Nya yang luar biasa, Allah telah menggunakan kemajuan teknologi untuk membantu pekerjaan-Nya, bahkan menyebarkan Injil. Penginjil pertama menggunakan jalan Romawi, sementara percetakan Johannes Guttenberg memungkinkan Alkitab untuk direproduksi dengan cepat dan murah. Pada akhirnya, ini memungkinkan Alkitab dicetak dalam bahasa umum, yang membuka jalan bagi Reformasi Protestan.

Hari ini, World Wide Web telah membuat firman Allah tersedia dengan mudah -- dalam ratusan bahasa yang berbeda -- kepada siapa pun dengan koneksi ke internet. Mereka dengan ponsel pintarnya dapat mengakses Alkitab di mana saja setiap saat melalui aplikasi gratis.

Gereja dan pelayanan Kristen lainnya juga menggunakan beragam teknologi untuk melayani Allah. Website sangat berharga untuk menyampaikan informasi alkitabiah. Hampir setiap mimbar dan acara ceramah Kristen lainnya menggunakan presentasi yang diproyeksikan dan audio yang diperkuat. Smartphone dan tablet telah mengaktifkan interaksi baru di antara sejumlah besar orang percaya.

Dan, ya, bahkan robot dapat secara khusus digunakan untuk membawa kemuliaan bagi Allah. Misalnya, penggunaan robot telah membantu umat manusia memenuhi amanat penciptaan di Kejadian 1:28 untuk memenuhi dan menguasai bumi. Robot memungkinkan kita menjelajahi ciptaan Allah dengan cara yang terlalu berbahaya bagi manusia di dunia yang jatuh dalam dosa. Misalnya, robot bisa masuk gedung yang runtuh setelah gempa bumi untuk menemukan korban yang masih selamat, dan mereka dapat menjelajahi dasar samudera, Arktik yang membeku, dan bahkan planet-planet lainnya.

Robot juga bisa menjadi alat pengajaran yang hebat, membantu orang-orang muda melihat karya Allah dalam penciptaan. Selama beberapa tahun, salah satu penulis artikel ini membantu mengawasi tim robotika Kristen yang melakukan perjalanan ke sekolah-sekolah di seluruh negeri dan datang ke Creation Museum. Tim tersebut mengajarkan kepada orang-orang muda bagaimana membuat dan memprogram robot kecil mereka sendiri. Dalam prosesnya, orang-orang muda itu belajar tentang kerja sama tim, pemecahan masalah, rekayasa yang luar biasa dari hal-hal yang Allah ciptakan, dan landasan alkitabiah untuk menggunakan teknologi bagi memuliakan Allah.

Namun, apa batasan teknologi? Dapatkah kita melepaskan tanggung jawab moral kita dan membiarkan robot membunuh secara mandiri? Seberapa jauh kita bisa bekerja dengan teknologi untuk menghemat waktu dan tenaga kerja? Prinsip-prinsip Alkitab yang sama yang telah membimbing orang-orang percaya selama ribuan tahun masih berlaku hari ini. Jika sebuah pilihan konsisten dengan tujuan Allah yang dinyatakan, maka itu adalah tepat. Jika tidak, itu salah.

Ketika dunia kita menjadi semakin kompleks, sangat penting bagi orang percaya untuk memahami teologi alkitabiah tentang teknologi. Bahaya mempromosikan kemuliaan manusia di atas Pencipta adalah sama besarnya seperti yang lalu-lalu. Namun, potensi untuk kebaikan adalah sama menakjubkannya. Digunakan secara bijak, teknologi dapat memberikan kelegaan sementara dari efek Kutukan, untuk kemuliaan Allah. Itu juga dapat memberitakan Injil kepada orang-orang berdosa--kelegaan dari Allah yang bersifat permanen bagi penderitaan kita.

Jika dipahami secara tepat, teknologi juga adalah merupakan pengingat lain tentang Pencipta yang mengasihi kita, yang menginginkan supaya semua orang mengenal dan menyembah Dia.

*Beberapa inspirasi untuk artikel ini diambil dari karya John Dyer From the Garden to the City (2011). Dalam bukunya yang membangkitkan pemikiran, Dyer menawarkan kepada orang Kristen sebuah perspektif alkitabiah tentang teknologi, bagaimana itu membentuk kita, dan bagaimana hal itu dapat ditebus untuk tujuan Allah. (t/Jing-Jing)